Berbicara
mengenai perpajakan, tak jarang sengketa perpajakan muncul lantaran masih
kurangnya pemahaman dalam sistem perpakakan yang dikenakan atas perusahaan
pelayaran dalam negeri.
Aturan
mengenai hal ini lebih lanjut diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
417/KMK.04/1996 tentang norma penghitungan khusus penghasilan neto bagi wajib
pajak perusahaan pelayaran dalam negeri.
Subjek dan
Objek Pajak
Baca Juga: Memahami Kewajiban danHak PKP di Indonesia
Subjek pajak
dari PPh Pasal 15 ini adalah orang yang bertempat tinggal atau badan yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia yang melakukan usaha pelayaran dengan
kapal yang didaftarkan, baik di Indonesia maupun di luar negeri atau dengan
kapal pihak lain.
Wajib pajak
perusahaan pelayaran dalam negeri dikenakan PPh atas seluruh penghasilan yang
diterima atau diperolehnya baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Oleh
karena itu penghasilan yang menjadi Objek pengenaan PPh meliputi penghasilan
yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari pengangkutan orang dan/atau
barang termasuk penyewaan kapal dari:
- Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia,
- Pelabuhan di Indonesia keluar pelabuhan Indonesia,
- Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia, dan
- Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia.
Apabila
wajib pajak melakukan kegiatan jasa angkut (perusahaan pelayaran yang
beroperasi sendiri mencari muatan, pada trayek yang tetap dan melayani secara
tetap dengan freight tertentu) dan jasa sewa (meyewakan kapal)
maka wajib pajak hanya menghitung PPh atas jasa angkutnya saja karena
penghasilan dari jasa sewa telah dipotong oleh pihak lain.
Baca Juga: Diminta Pangkas Tarif
Pajak, Ini Respons Menkeu Jerman
Tarif Pajak
Penghasilan
neto bagi wajib pajak perusahaan pelayaran dalam negeri ditetapkan sebesar 4%
dari peredaran bruto. Besarnya tarif pajak untuk perusahaan pelayaran
dalam negeri adalah 1,2% dari peredaran bruto dan bersifat final.
Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan
Baca Juga: Wah, Trump Berencana
Pangkas Pajak Lagi
Pelunasan
PPh yang terutang dilakukan sebagai berikut:
- Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian persewaan atau charter dengan pemotong pajak, maka pihak yang membayar atau terutang hasil tersebut wajib:
- memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti,
- memberikan bukti pemotongan pph atas penghasilan perusahaan pelayaran dalam negeri (final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan,
- menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos dan giro selambat-lambatnya 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), dan
- melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan.
- Dalam hal penghasilan diperoleh selain sebagaimana dimaksud di atas, maka wajib pajak perusahaan pelayaran dalam negeri wajib:
- menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos dan giro selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP)Final, dan
- melaporkan penyetoran yang dilakukan ke KPP selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan.
Berikutnya
pembahasan mengenai PPh Pasal 15 akan dilanjutkan dengan pembahasan mengenai
pajak atas perusahaan penerbangan dalam negeri.